Kamis, 13 November 2014

Peran Arsiparis dan Peraturan Internasional tentang Hak Kekayaan Intelektual



Terjemahan Makalah dalam Pertemuan International Council on Archives 
by Rini Rusyeni
 
APAKAH ARSIPARIS DAPAT MENGUBAH PERATURAN TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL INTERNASIONAL?
International Council on Archives, Brisbane, Australia,
21 Agustus 2012
William J. Maher
University of Illinois at Urbana-Champaign

ABSTRAK

Masih ada perubahan penting di bidang hukum hak kekayaan inteletual yang saat ini tertunda.  Perubahan ini dapat berpengaruh positif dan negatif bagi kearsipan di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting artinya bagi arsiparis untuk dapat memberikan masukan dalam proses pembentukan kebijakan hak kekayaan intelektual internasional. Berdasarkan pengalaman yang telah terjadi pada Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), kita dapat melihat bahwa walaupun arsiparis tidak berhubungan secara langsung dengan prosesnya, tetapi peranan mereka merupakan sebuah awal perjalanan panjang dan dibutuhkan usaha dan kesabaran yang terus-menerus untuk memperjuangkannya.

Tidak ada prinsip kearsipan apapun yang mempengaruhi kegunaan arsip. Prinsip tersebut lebih merupakan petunjuk-petunjuk yang digunakan, tanggung jawab etika yang datang dari kewajiban ganda seluruh umat manusia untuk menjaga warisan, akuntabilitas, dan ilmu yang mereka dapatkan dari masa lalu dan diturunkan kepada generasi selanjutnya agar mereka mendapatkan keuntungan dari pengalaman dan pengetahuan di masa lalu tersebut. Manfaat penting masa lalu berhubungan dengan semua aspek kegiatan kearsipan yang harus dilaksanakan sehingga dapat digunakan untuk mendefinisikan nilai, yaitu kriteria apa yang digunakan untuk seleksi arsip, metadata deskriptif, atau kebijakan preservasi yang digunakan.

Untuk dapat menyampaikan isi arsip kepada para pengguna secara profesional dan sesuai dengan etika serta untuk memastikan bahwa pengguna dilengkapi pemahaman intisari nila-nilai yang terkandung dalam arsip secara maksimal, para arsiparis harus memberikan keseimbangan antara tujuan utama yaitu memberikan akses seluas-luasnya terhadap arsip dan memastikan bahwa pengguna difasilitasi dengan nilai-nilai inti maksimal yang terkandung dalam arsip. Hal ini dikarenakan pertama-tama, karena arsip menceritakan tentang orang-orang, dokumen-dokumen arsip terkadang menyentuh masalah-masalah yang sensitif yang berhubungan dengan masalah personal yang bisa saja disimpan secara pribadi untuk periode waktu tertentu. Selain itu, karena kita hidup di dalam komunitas yang besar dan berdasarkan pada sistem kepemilikan kekayaan personal dan karena arsip sebagian besar berisi tentang hasil kerja kreatif, maka kita harus memahami dasar-dasar hukum kekayaan intelektual sehingga dapat memudahkan kita untuk mengelola arsip tersebut. menjelaskannya kepada para pengguna, dan menggunakan pengetahuan kolektif tersebut untuk mempengaruhi perumusan tentang hukum kekayaan intelektual tersebut pada tingkat nasional dan internasional.

Hak cipta sebenarnya merupakan masalah yang tidak dapat dihindari oleh para arsiparis. Arsip berisi tentang dokumen yang berharga tidak hanya secara struktur fisik, seperti kertas,film, atau digital, tetapi juga untuk unsur inteletual yang terkandung di dalamnya, seperti korespondesi, laporan naratif, atau karya seni, musik,atau ekspresi grafis. Sebagaimana telah diatur dalam dalam Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, gambaran tentang isi dokumen yang kita pahami selama ini sangat jauh berbeda dari apa yang telah diatur dalam hak cipta internasional. Hal ini benar-benar terjadi dikarenakan adanya hak-hak monopoli yang diatur dalam Konvesi Berne, yang hanya mengatur hanya tentang komunitas naskah-naskah cetakan konvensional, padahal saat ini perkembangan yang sedang terjadi telah meluas ke dunia digital walaupun perkembangan ini tidak bersamaan dengan perkembangan dunia analog. Sehingga, sementara teknologi terbaru memberikan kesempatan bagi para arsiparis untuk memperluas jangkauannya, namun ternyata dihalangi oleh pembatasan hak cipta yang statis. Jadi, sementara teknologi terbaru memungkinkan arsiparis untuk meraih jangkauan yang luas, namun misi tersebut terhalang oleh batasan hak cipta yang tidak pernah berkembang. Karena lingkungan jaringan saat ini memungkinan, atau bahkan menuntut kita semua untuk memperluas pengetahuan dan kemampuan kita kepada audiensi yang lebih luas lagi, maka para arsiparis dituntut untuk berwawasan internasional guna memenuhi konsideran-konsideran kebijakan yang tercantum dalam kebijakan hak cipta, dan jika hal tersebut tidak dipenuhi maka akan menghambat misi kita semua yaitu untuk menghubungkan arsip kepada publik.

Namun, sayangnya badan-badan pembuat kebijakan di seluruh dunia berpendapat bahwa ekonomi dan masyarakat akan mengalami perpecahan kecuali jika monopoli pihak swasta oleh pihak yang berwenang dan agen-agennya dilindungi melalui intervensi pemerintah. Hukum hak cipta tentu saja pada akhirnya diatur dalam Undang-Undang negara. Walaupun begitu, Konvensi Berne yang telah dkeluarkan pada tahun 1979 dan Pakta Hak Cipta yang dikeluarkan oleh Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) pada tahun 1996 telah banyak memberikan masukan untuk memperluas ruang lingkup hak cipta dan hak pencipta. Dua mandat internasional inilah yang harus kita perhatikan secara seksama.

Kedua pakta di atas memberikan beberapa pengecualian kepada pemegang hak-hak monopoli ekslusif. Sebagai contoh, sebuah negara dapat mengeluarkan peraturan tentang izin mengeluarkan pungutan atau mengadakan duplikasi untuk keperluan pengajaran dengan menggunakan praktek-praktek yang adil, walaupun terdapat beberapa pengecualian khusus dan batasan penggunaannya.  Lobi pihak industri yang sangat kuat telah membuat pakta-pakta tentang batasan yang lebih lanjut. Sebagai contoh, pada tahun 1996 Pakta WIPO memungkinkan negara-negara untuk mengatur larangan hukum terhadap mekanisme perlindungan duplikasi elektronik yang digunakan oleh pemegang hak cipta dalam hasil karyanya. Larangan teknologi ini mempersulit tindakan alih media dan preservasi arsip tersebut.

Selain pengaturan hak cipta tentang reproduksi dan distribusi hasil kerja, para arsiparis juga menghadapi tantangan lebih sulit dikarenakan pengaturan dalam Konvensi Berne yang disebut dengan “hak-hak moral”, yaitu berhubungan dengan investasi kepribadian pencipta pada hasil kerja kreatifnya. Selain memberikan hak kepada pencipta untuk menuntut kepemilikan atau menolak segala tindakan distorsi atau penghilangan suatu hasil kerja, beberapa negara telah mengartikan “hak-moral” lebih jauh lagi yaitu dengan memberikan kepada pencipta, hak untuk menyimpan sebuah karya untuk tidak diterbitkan atau dipindahkan. Dalam banyak kasus “hak-hak moral” ini terus berlaku sampai penciptanya mati dan tidak dapat dicabut atau dibatalkan. Pengaturan sedemikian rupa menghadirkan tantangan yang sangat berat bagi kelancaran misi kearsipan.


PENTINGNYA DUKUNGAN UNTUK MENYUARAKAN ARSIP


Mengingat luasnya cakupan wilayah kerja yang meliputi hak cipta, maka pengaturan sepenuhnya mengatur pemegang hak cipta, dan masa berlaku kepemilikan hak cipta tersebut, hal tersebut dilakukan karena kita dapat dengan mudah memprediksi bagaimana hak cipta mempengaruhi para arsiparis dalam mengelola koleksinya. Faktanya, ketika kita mengatakan bahwa tanggung jawab utama kita adalah untuk memastikan bahwa arsip yang kita kelola di gunakan oleh para peneliti, pelajar dan mahasiswa, kita tidak hanya harus memiliki pengetahuan secara lengkap tentang kebijakan pengelolaan hak cipta, tetapi juga kita harus siap untuk mendukung dimensi-dimensi kearsipan tertentu dari hak cipta.

Masyarakat umum maupun pengguna penelitian sama-sama tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang seberapa besar peraturan, yang secara tertulis mengatur tentang aktivitas komersial di dunia cetak konvensional, tidak memberikan dampak positif bagi pendidikan di tengah-tengah lingkungan informasi yang terjadi saat ini. Ketika saya pertama kali memulai pekerjaan sebagai seorang arsiparis, saya berangan-angan bila suatu arsip ditempatkan dalam sebuah wadah dokumen pada sebuah mesin, kita hanya tinggal menekan beberapa tombol dan langsung dapat dibaca oleh banyak orang di seluruh dunia, pada saat itu orang-orang hanya beranggapan bahwa saya sedang berhalusinasi. Sekarang, angan-angan tersebut telah menjadi kenyataan, namun sayangnya hukum hak cipta bersandar pada cara bagaimana mengimplementasikan akses teknologi digital dan pemenuhan harapan publik saja. Kecuali jika kita berani mengindahkan hukum tersebut, maka kita akan terus terhalang untuk menggunakan alat komunikasi paling revolusioner sejak penemuan alat cetak, dan para pengguna penelitian juga akan terhambat.  

Begitupun juga masyarakat dan pengguna penelitian, mereka tidak memahami atau siap melakukan kinerja politis untuk mendukung perubahan keseimbangan dalam system yang gagal melayani kebutuhan tentang penelitian atau bahkan, kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pendidikan secara umum. Untuk mengahadapi kondisi seperti ini, diperlukan perubahan yang mendasar pada pemahaman internasional dan peraturan perundang-undangan skala nasional. Namun, sebagai konstituen yang kecil, arsiparis tidak berada dalam posisi yang kuat untuk berkompetisi dengan konstituen besar lain seperti pihak-pihak komersial, dimana mereka merupakan penghalang kita arsiparis. Ketika kita benar-benar menjalankan tujuan profesional inti kita yaitu membuat  masa lalu menjadi berguna di masa yang akan datang, walaupun hanya terdapat sedikit pilihan untuk menjalankannya, maka alangkah baiknya jika kita memanfaatkan kredibilitas moral misi dasar tersebut dan mendukung perubahan yang terjadi.

Sebagian berkat capaian yang dilakukan oleh IFLA, dan bahwa Pakta WIPO berencana akan membuat standar internasional untuk seluruh negara agar melegalkan lembaga “perpustakaan dan lembaga arsip” yang merupakan salah satu usaha untuk mengindari hak cipta ekslusif. Hak cipta “perpustakaan dan arsip” ini merupakan poin utama dalam rapat dewan komite khusus Hak Cipta dan Hak lain yang berhubungan dengan Hak Cipta (SCCR) di Jenewa pada bulan November 2011, dan langkah mereka tersebut didukung sepenuhnya oleh IFLA. Asosiasi Arsiparis Amerika (SAA) ikut serta dengan mengirimkan perwakilannya untuk memperkuat dukungan mereka.

SCCR merupakan badan resmi yang bertanggungjawab untuk menyusun bahasa yang digunakan dalam perjanjian internasional tentang hak cipta. Agenda yang dibahas pada pertemuan November 2011 itu meliputi diskusi awal mengenai proposal perjanjian internasional untuk mengecualikan perpustakaan dan lembaga arsip dari hak cipta. Dengan didanai oleh Alfred P. Sloan Foundation, SAA menugaskan saya untuk menghadiri pertemuan di Jenewa sebagai pengamat yang mewakili Organisasi non pemerintah atau LSM (NGO) pada saat acara dan juga untuk memberikan presentasi formal kepada SCCR.

Latar belakang pemahaman SCCR tentang pengecualian hak cipta kepada perpustakaan dan lembaga arsip sangat luas, selain itu jumlah individu dan organisasi yang terlibat dalam gagasan ini sangat banyak, dan tantangan kondisi bagaimana masing-masing anggota SCCR tersebut melihat gagasan ini masih sangat umum dan ambigu. Lebih jauh lagi, cara kerja SCCR tidak seperti organisasi profesional atau lembaga akademik, atau badan pembuat kebijakan. Jadi, bila diibaratkan dalam organisasi ini kita akan membutuhkan waktu selama dua minggu penuh hanya untuk menamai sebuah dokumen.

PENYUSUNAN KEBIJAKAN INTERNASIONAL SAAT INI TELAH BERUBAH

Seseorang dapat saja membayangkan bahwa gagasan yang muncul di markas pusat WIPO di Jenewa berasal dari masalah dramatis penting yang sedang terjadi saat ini. Walau apapun yang dilakukan para delegasi di Jenewa tersebut merupakan hal yang penting, namun dalam penyusunan kesepakatan bersama dalam bentuk SCCR yang akan digunakan, sepenuhnya dilakukan oleh semua anggota negara-negara WIPO. Kesepakatan dalam SCCR yang disepakati pada bulan November lalu itu hendaknya digunakan secara bertahap dan perlahan-lahan. Kami menyadari akan banyak muncul tantangan ketika melaksanakannya, namun jika SCCR dipahami secara mendalam, maka kita akan menyadari pentingnya SCCR. Dalam konteks SCCR, negara-negara penganutnya akan berusaha menjawab kompetisi kepentingan antara konsumen dan pemegang hak cipta, yang dalam hal ini diwakili oleh asosiasi industry seperti penerbit, pers, dan produser film. Kompetisi ini terjadi sebagai akibat dari latar belakang tingkatan ekonomi yang berbeda-beda di seluruh dunia, yang berarti bahwa beberapa negara tertentu lebih mementingkan isi dari sebuah hak cipta sementara negara-negara lainnya yang lebih mementingkan kebutuhan akan pendidikan dan ilmu pengetahuan, akan melihat kebutuhan nasional dari sebuah hak cipta untuk lebih memihak kepada konsumen. Perbedaan yang terjadi ini bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan bagi siapapun yang telah mengetahui perdebatan yang telah terjadi di masa lalu antara keuntungan public dengan keuntungan swasta sebagaimana tertulis dalam sejarah hak cipta. Salah satu karakteristik unik SCCR yang dikeluarkan oleh WIPO adalah bekerja menghasilkan kebijakan untuk mengatasi tantangan yang paling luar biasa dan untuk menghormati perbedaan legitimasi di masing-masing anggota negara.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar