Lantas, bagaimana dengan cerita
penangkapan Pangeran Diponegoro versi Belanda? Jawabannya dapat kita lihat
dalam arsip laporan penangkapan Pangeran Diponegoro yang disusun sendiri oleh
Sang kreator penangkapan, yaitu Letnan Gubernur Jenderal Hendrik Merkus de Kock
(koleksi arsip Djogja No.10-5, khazanah Arsip Nasional RI).
Laporan penangkapan Pangeran
Diponegoro dibuat pada tanggal 1 April 1830, tepatnya 3 (tiga) hari setelah
peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro, yaitu pada tanggal 28 Maret 1930.
Dalam laporan sebanyak 36 halaman ini, De Kock menceritakan secara detail
seluruh peristiwa penangkapan yang dimulai dari tanggal 16 Januari 1830, yaitu
tanggal ketika bawahannya Kolonel Jan
Baptist Cleerens yang bertindak sebagai utusan dari tentara Belanda berupaya
untuk menghubungi pihak Pangeran Diponegoro untuk membahas ‘kesepakatan damai’.
Dalam laporan ini, selain
berupaya menghubungi pihak Pangeran Diponegoro, diceritakan pula dalam usahanya
tersebut Kolonel Cleerens juga bertindak sebagai informan yang memberikan informasi bahwa kondisi Pangeran
Diponegoro pada saat itu sudah sangat tersudut. Pangeran Diponegoro diceritakan
hidup berkelana dan berpindah-pindah dari satu hutan belantara ke hutan belantara
lain di wilayah Jawa untuk bertahan hidup dan menghindari kejaran tentara
Belanda. Dalam usahanya bertahan hidup tersebut, Pangeran Diponegoro hanya
ditemani oleh putranya, salah satunya disebut dalam
laporan tersebut diberi nama Diponegoro Moeda, penasihat agama, dua punakawan,
dan panglimanya, Basya Mertanegara. Pangeran Diponegoro telah kehilangan banyak
tentara dan beberapa panglima pemimpin perang yang handal yang selama ini telah
menjadi tangan kanannya dalam berperang melawan Belanda.
Berdasarkan laporan Cleerens mengenai keadaan
Diponegoro tersebut, De Kock sangat yakin bahwa pihak pangeran Diponegoro pasti
mau bertemu dengan utusannya tersebut dan perundingan dapat cepat terlaksana.
Singkat cerita,
Cleerens berhasil meyakinkan Pangeran Diponegoro untuk datang memenuhi undangan
De Kock ke Magelang dalam rangka ‘perundingan damai’ sebagaimana yang telah
ditawarkan oleh De Kock. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Pangeran
Diponegoro datang ke Magelang untuk memenuhi undangan De Kock.
Dalam acara
perundingan tersebut, Pangeran Diponegoro duduk didampingi oleh para kepala
daerah dari golongan pribumi. Mereka semua duduk berhadap-hadapan dengan De
kock yang didampingi oleh Residen Kedu Valck, Letkol Roest (seorang perwira de
Kock), Mayor F.V.H.A. de Stuers dan penerjemah bahasa Jawa, Kapten J.J Roefs
serta para pejabat militer Belanda lainnya.
Hal yang menarik
dalam pertemuan ini adalah bahwa De Kock menulis dalam laporannya:
“……pertemuan dengan
Diponegoro berlangsung dengan cepat karena tidak ada hal penting apapun yang
disampaikan oleh Diponegoro pada saat itu, dan saya mengatakan kepada
Diponegoro bahwa sebaiknya sudah hentikan saja pertikaian ini, anda jangan
kembali lagi ke tempat anda dan di sini saja, dengan begitu perang ini akan
selesai, kita sudah berperang selama hampir lima tahun, saya harap persahabatan
yang telah kita jalin akan tetap terjaga selamanya, dan hukum yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Belanda sangat adil”.
Kalimat
“persahabatan yang telah kita jalin”menurut saya sangat aneh untuk diucapkan
oleh seorang De Kock. Apakah mengacu kepada persahabatan antara De Kock dengan
Pangeran Diponegoro??
Dalam laporan ini
juga, saya temukan beberapa nama yang ditulis dengan menggunakan gelar seperti,
Ratoe Agung van Djocjacarta, Kolonel Cleerens, dan Hadji Badaroedin. Namun,
gelar Diponegoro yang sebenarnya adalah seorang “pangeran dari Jogjakarta”
tidak ditulis sama sekali dalam laporan sebanyak 36 halaman ini.
Dalam laporan ini sayangnya tidak
diceritakan reaksi Pangeran Diponegoro secara detail, seperti yang digambarkan
oleh Raden Saleh dalam lukisannya. Laporan ini hanya menceritakan bahwa suasana
yang terjadi pada saat penangkapan berjalan lancar dan singkat tanpa ada
hambatan apapun. Nampaknya De Kock tidak ingin menampilkan suasana kegaduhan
sebagaimana yang nampak dalam lukisan Raden Saleh karena ini merupakan laporan
yang Ia tulis untuk atasannya, Menteri Urusan Negara Jajajahan di negeri
Belanda. Ia harus melaporkan bahwa semua aksi tersebut berjalan lancar dan Ia
telah berhasil mengatasi kemelut yang dihadapi oleh Belanda selama hampir lima
tahun belakangan. Penangkapan Pangeran Diponegoro ini merupakan sebuah prestasi
besar bagi seorang De Kock.
Sumber: DJOCJA no. 10-5 (koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia)
note: Jika teman-teman ingin melihat langsung laporan De Kock, silahkan berkunjung ke Arsip Nasional RI jl. Ampera Raya No. 7 Cilandak Jakarta Selatan. Arsip berbahasa Belanda dengan tulisan tangan asli dari De Kock.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar