Terjemahan Makalah dalam Pertemuan International Council on Archives
by Rini Rusyeni
APAKAH ARSIPARIS DAPAT MENGUBAH PERATURAN TENTANG HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL INTERNASIONAL?
International Council on Archives, Brisbane,
Australia,
21 Agustus 2012
William J. Maher
University of Illinois at Urbana-Champaign
ABSTRAK
Masih ada perubahan penting di bidang hukum hak
kekayaan inteletual yang saat ini tertunda. Perubahan ini dapat berpengaruh positif dan
negatif bagi kearsipan di seluruh dunia. Oleh karena itu, sangat penting artinya
bagi arsiparis untuk dapat memberikan masukan dalam proses pembentukan
kebijakan hak kekayaan intelektual internasional. Berdasarkan pengalaman yang
telah terjadi pada Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), kita dapat
melihat bahwa walaupun arsiparis tidak berhubungan secara langsung dengan prosesnya,
tetapi peranan mereka merupakan sebuah awal perjalanan panjang dan dibutuhkan usaha
dan kesabaran yang terus-menerus untuk memperjuangkannya.
Tidak ada prinsip kearsipan apapun yang mempengaruhi kegunaan
arsip. Prinsip tersebut lebih merupakan petunjuk-petunjuk yang digunakan,
tanggung jawab etika yang datang dari kewajiban ganda seluruh umat manusia
untuk menjaga warisan, akuntabilitas, dan ilmu yang mereka dapatkan dari masa
lalu dan diturunkan kepada generasi selanjutnya agar mereka mendapatkan
keuntungan dari pengalaman dan pengetahuan di masa lalu tersebut. Manfaat
penting masa lalu berhubungan dengan semua aspek kegiatan kearsipan yang harus
dilaksanakan sehingga dapat digunakan untuk mendefinisikan nilai, yaitu kriteria
apa yang digunakan untuk seleksi arsip, metadata deskriptif, atau kebijakan
preservasi yang digunakan.
Untuk dapat menyampaikan isi arsip kepada para pengguna
secara profesional dan sesuai dengan etika serta untuk memastikan bahwa
pengguna dilengkapi pemahaman intisari nila-nilai yang terkandung dalam arsip
secara maksimal, para arsiparis harus memberikan keseimbangan antara tujuan
utama yaitu memberikan akses seluas-luasnya terhadap arsip dan memastikan bahwa
pengguna difasilitasi dengan nilai-nilai inti maksimal yang terkandung dalam
arsip. Hal ini dikarenakan pertama-tama, karena arsip menceritakan tentang
orang-orang, dokumen-dokumen arsip terkadang menyentuh masalah-masalah yang
sensitif yang berhubungan dengan masalah personal yang bisa saja disimpan
secara pribadi untuk periode waktu tertentu. Selain itu, karena kita hidup di
dalam komunitas yang besar dan berdasarkan pada sistem kepemilikan kekayaan personal
dan karena arsip sebagian besar berisi tentang hasil kerja kreatif, maka kita
harus memahami dasar-dasar hukum kekayaan intelektual sehingga dapat memudahkan
kita untuk mengelola arsip tersebut. menjelaskannya kepada para pengguna, dan
menggunakan pengetahuan kolektif tersebut untuk mempengaruhi perumusan tentang
hukum kekayaan intelektual tersebut pada tingkat nasional dan internasional.
Hak cipta sebenarnya merupakan masalah yang tidak dapat
dihindari oleh para arsiparis. Arsip berisi tentang dokumen yang berharga tidak
hanya secara struktur fisik, seperti kertas,film, atau digital, tetapi juga
untuk unsur inteletual yang terkandung di dalamnya, seperti korespondesi, laporan
naratif, atau karya seni, musik,atau ekspresi grafis. Sebagaimana telah diatur
dalam dalam Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, gambaran
tentang isi dokumen yang kita pahami selama ini sangat jauh berbeda dari apa
yang telah diatur dalam hak cipta internasional. Hal ini benar-benar terjadi
dikarenakan adanya hak-hak monopoli yang diatur dalam Konvesi Berne, yang hanya
mengatur hanya tentang komunitas naskah-naskah cetakan konvensional, padahal
saat ini perkembangan yang sedang terjadi telah meluas ke dunia digital
walaupun perkembangan ini tidak bersamaan dengan perkembangan dunia analog. Sehingga,
sementara teknologi terbaru memberikan kesempatan bagi para arsiparis untuk
memperluas jangkauannya, namun ternyata dihalangi oleh pembatasan hak cipta
yang statis. Jadi, sementara teknologi terbaru memungkinkan arsiparis untuk
meraih jangkauan yang luas, namun misi tersebut terhalang oleh batasan hak
cipta yang tidak pernah berkembang. Karena lingkungan jaringan saat ini
memungkinan, atau bahkan menuntut kita semua untuk memperluas pengetahuan dan
kemampuan kita kepada audiensi yang lebih luas lagi, maka para arsiparis
dituntut untuk berwawasan internasional guna memenuhi konsideran-konsideran kebijakan
yang tercantum dalam kebijakan hak cipta, dan jika hal tersebut tidak dipenuhi
maka akan menghambat misi kita semua yaitu untuk menghubungkan arsip kepada publik.
Namun, sayangnya badan-badan pembuat kebijakan di seluruh
dunia berpendapat bahwa ekonomi dan masyarakat akan mengalami perpecahan kecuali
jika monopoli pihak swasta oleh pihak yang berwenang dan agen-agennya
dilindungi melalui intervensi pemerintah. Hukum hak cipta tentu saja pada
akhirnya diatur dalam Undang-Undang negara. Walaupun begitu, Konvensi Berne
yang telah dkeluarkan pada tahun 1979 dan Pakta Hak Cipta yang dikeluarkan oleh
Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) pada tahun 1996 telah banyak memberikan
masukan untuk memperluas ruang lingkup hak cipta dan hak pencipta. Dua mandat
internasional inilah yang harus kita perhatikan secara seksama.
Kedua pakta di atas memberikan beberapa pengecualian kepada
pemegang hak-hak monopoli ekslusif. Sebagai contoh, sebuah negara dapat
mengeluarkan peraturan tentang izin mengeluarkan pungutan atau mengadakan
duplikasi untuk keperluan pengajaran dengan menggunakan praktek-praktek yang
adil, walaupun terdapat beberapa pengecualian khusus dan batasan penggunaannya.
Lobi pihak industri yang sangat kuat
telah membuat pakta-pakta tentang batasan yang lebih lanjut. Sebagai contoh,
pada tahun 1996 Pakta WIPO memungkinkan negara-negara untuk mengatur larangan
hukum terhadap mekanisme perlindungan duplikasi elektronik yang digunakan oleh
pemegang hak cipta dalam hasil karyanya. Larangan teknologi ini mempersulit
tindakan alih media dan preservasi arsip tersebut.
Selain pengaturan hak cipta tentang reproduksi dan distribusi
hasil kerja, para arsiparis juga menghadapi tantangan lebih sulit dikarenakan
pengaturan dalam Konvensi Berne yang disebut dengan “hak-hak moral”, yaitu
berhubungan dengan investasi kepribadian pencipta pada hasil kerja kreatifnya. Selain
memberikan hak kepada pencipta untuk menuntut kepemilikan atau menolak segala
tindakan distorsi atau penghilangan suatu hasil kerja, beberapa negara telah
mengartikan “hak-moral” lebih jauh lagi yaitu dengan memberikan kepada pencipta,
hak untuk menyimpan sebuah karya untuk tidak diterbitkan atau dipindahkan.
Dalam banyak kasus “hak-hak moral” ini terus berlaku sampai penciptanya mati
dan tidak dapat dicabut atau dibatalkan. Pengaturan sedemikian rupa
menghadirkan tantangan yang sangat berat bagi kelancaran misi kearsipan.
PENTINGNYA DUKUNGAN UNTUK MENYUARAKAN ARSIP
Mengingat luasnya cakupan wilayah kerja yang meliputi hak
cipta, maka pengaturan sepenuhnya mengatur pemegang hak cipta, dan masa berlaku
kepemilikan hak cipta tersebut, hal tersebut dilakukan karena kita dapat dengan
mudah memprediksi bagaimana hak cipta mempengaruhi para arsiparis dalam mengelola
koleksinya. Faktanya, ketika kita mengatakan bahwa tanggung jawab utama kita
adalah untuk memastikan bahwa arsip yang kita kelola di gunakan oleh para
peneliti, pelajar dan mahasiswa, kita tidak hanya harus memiliki pengetahuan
secara lengkap tentang kebijakan pengelolaan hak cipta, tetapi juga kita harus
siap untuk mendukung dimensi-dimensi kearsipan tertentu dari hak cipta.
Masyarakat umum maupun pengguna penelitian sama-sama tidak
memiliki pengetahuan yang akurat tentang seberapa besar peraturan, yang secara
tertulis mengatur tentang aktivitas komersial di dunia cetak konvensional, tidak
memberikan dampak positif bagi pendidikan di tengah-tengah lingkungan informasi
yang terjadi saat ini. Ketika saya pertama kali memulai pekerjaan sebagai
seorang arsiparis, saya berangan-angan bila suatu arsip ditempatkan dalam
sebuah wadah dokumen pada sebuah mesin, kita hanya tinggal menekan beberapa
tombol dan langsung dapat dibaca oleh banyak orang di seluruh dunia, pada saat
itu orang-orang hanya beranggapan bahwa saya sedang berhalusinasi. Sekarang,
angan-angan tersebut telah menjadi kenyataan, namun sayangnya hukum hak cipta bersandar
pada cara bagaimana mengimplementasikan akses teknologi digital dan pemenuhan
harapan publik saja. Kecuali jika kita berani mengindahkan hukum tersebut, maka
kita akan terus terhalang untuk menggunakan alat komunikasi paling revolusioner
sejak penemuan alat cetak, dan para pengguna penelitian juga akan terhambat.
Begitupun juga masyarakat dan pengguna penelitian, mereka
tidak memahami atau siap melakukan kinerja politis untuk mendukung perubahan keseimbangan
dalam system yang gagal melayani kebutuhan tentang penelitian atau bahkan,
kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pendidikan secara umum. Untuk mengahadapi
kondisi seperti ini, diperlukan perubahan yang mendasar pada pemahaman
internasional dan peraturan perundang-undangan skala nasional. Namun, sebagai
konstituen yang kecil, arsiparis tidak berada dalam posisi yang kuat untuk
berkompetisi dengan konstituen besar lain seperti pihak-pihak komersial, dimana
mereka merupakan penghalang kita arsiparis. Ketika kita benar-benar menjalankan
tujuan profesional inti kita yaitu membuat
masa lalu menjadi berguna di masa yang akan datang, walaupun hanya
terdapat sedikit pilihan untuk menjalankannya, maka alangkah baiknya jika kita memanfaatkan
kredibilitas moral misi dasar tersebut dan mendukung perubahan yang terjadi.
Sebagian berkat capaian yang dilakukan oleh IFLA, dan bahwa
Pakta WIPO berencana akan membuat standar internasional untuk seluruh negara
agar melegalkan lembaga “perpustakaan dan lembaga arsip” yang merupakan salah
satu usaha untuk mengindari hak cipta ekslusif. Hak cipta “perpustakaan dan
arsip” ini merupakan poin utama dalam rapat dewan komite khusus Hak Cipta dan
Hak lain yang berhubungan dengan Hak Cipta (SCCR) di Jenewa pada bulan November
2011, dan langkah mereka tersebut didukung sepenuhnya oleh IFLA. Asosiasi Arsiparis
Amerika (SAA) ikut serta dengan mengirimkan perwakilannya untuk memperkuat
dukungan mereka.
SCCR merupakan badan resmi yang bertanggungjawab untuk
menyusun bahasa yang digunakan dalam perjanjian internasional tentang hak
cipta. Agenda yang dibahas pada pertemuan November 2011 itu meliputi diskusi
awal mengenai proposal perjanjian internasional untuk mengecualikan
perpustakaan dan lembaga arsip dari hak cipta. Dengan didanai oleh Alfred P.
Sloan Foundation, SAA menugaskan saya untuk menghadiri pertemuan di Jenewa
sebagai pengamat yang mewakili Organisasi non pemerintah atau LSM (NGO) pada
saat acara dan juga untuk memberikan presentasi formal kepada SCCR.
Latar belakang pemahaman SCCR tentang pengecualian hak cipta
kepada perpustakaan dan lembaga arsip sangat luas, selain itu jumlah individu
dan organisasi yang terlibat dalam gagasan ini sangat banyak, dan tantangan
kondisi bagaimana masing-masing anggota SCCR tersebut melihat gagasan ini masih
sangat umum dan ambigu. Lebih jauh lagi, cara kerja SCCR tidak seperti
organisasi profesional atau lembaga akademik, atau badan pembuat kebijakan. Jadi,
bila diibaratkan dalam organisasi ini kita akan membutuhkan waktu selama dua
minggu penuh hanya untuk menamai sebuah dokumen.
PENYUSUNAN KEBIJAKAN INTERNASIONAL SAAT INI TELAH BERUBAH
Seseorang
dapat saja membayangkan bahwa gagasan yang muncul di markas pusat WIPO di
Jenewa berasal dari masalah dramatis penting yang sedang terjadi saat ini. Walau
apapun yang dilakukan para delegasi di Jenewa tersebut merupakan hal yang penting,
namun dalam penyusunan kesepakatan bersama dalam bentuk SCCR yang akan
digunakan, sepenuhnya dilakukan oleh semua anggota negara-negara WIPO. Kesepakatan
dalam SCCR yang disepakati pada bulan November lalu itu hendaknya digunakan
secara bertahap dan perlahan-lahan. Kami menyadari akan banyak muncul tantangan
ketika melaksanakannya, namun jika SCCR dipahami secara mendalam, maka kita akan
menyadari pentingnya SCCR. Dalam konteks SCCR, negara-negara penganutnya akan
berusaha menjawab kompetisi kepentingan antara konsumen dan pemegang hak cipta,
yang dalam hal ini diwakili oleh asosiasi industry seperti penerbit, pers, dan
produser film. Kompetisi ini terjadi sebagai akibat dari latar belakang
tingkatan ekonomi yang berbeda-beda di seluruh dunia, yang berarti bahwa
beberapa negara tertentu lebih mementingkan isi dari sebuah hak cipta sementara
negara-negara lainnya yang lebih mementingkan kebutuhan akan pendidikan dan
ilmu pengetahuan, akan melihat kebutuhan nasional dari sebuah hak cipta untuk lebih
memihak kepada konsumen. Perbedaan yang terjadi ini bukanlah sesuatu hal yang
mengejutkan bagi siapapun yang telah mengetahui perdebatan yang telah terjadi
di masa lalu antara keuntungan public dengan keuntungan swasta sebagaimana
tertulis dalam sejarah hak cipta. Salah satu karakteristik unik SCCR yang dikeluarkan oleh WIPO
adalah bekerja menghasilkan kebijakan untuk mengatasi tantangan yang paling
luar biasa dan untuk menghormati perbedaan legitimasi di masing-masing anggota
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar